Di tengah semangat generasi baru yang terus bereksperimen dan menolak stagnasi, kolektif People of the Right Project menginisiasi sebuah peristiwa musik penuh energi bertajuk Lintas Resonan. Ajang ini menjadi medium kolaboratif yang menyalakan sinergi antara pelaku dan penikmat, menjadikan akar lokalitas sebagai pilar utama dalam membangun ekosistem kreatif yang berkelanjutan, sekaligus memantik lahirnya lintasan baru dalam lanskap suara dan budaya di Indonesia.
Lebih dari sekadar pertunjukan musik, Lintas Resonan adalah pernyataan sikap: sebuah gerakan musik dan budaya yang menyalakan keberanian untuk menembus batas. Batas suara, batas lokalitas, dan batas inspirasi. Spirit ini adalah kelanjutan dari apa yang telah dimulai pada tahun 2024, ketika Lintas Resonan berhasil menghadirkan kolaborasi ikonik dan bersejarah dari Perunggu X Danilla, Efek Rumah Kaca X Barasuara, dan Sore X Barasuara. Peleburan dua entitas besar dalam satu panggung itu menjadi sebuah penanda bahwa semangat kolaborasi menjadi bahan bakar tak tertandingi menuju titik baru penjelajahan musik Indonesia. Kini, di bawah tajuk “Meretas Batas,” proyek ini kembali meneruskan perayaan semangat kolaborasi lintas generasi, lintas kota, dan lintas disiplin yang menjadi denyut baru musik Indonesia hari ini.
Lintas Resonan kali ini akan menghadirkan sebuah entitas yang belum pernah terjadi sebelumnya melalui semangat meretas batas suara, sebuah entitas musik baru bernama Portura yang dibentuk secara khusus untuk memimpin gerakan ini. Berisikan nama-nama penuh integritas dan dedikasi, Portura yang terdiri dari Iga Massardi (Barasuara), John Paul Patton alias Coki (KPR, ALI), Fathia Izzati (Reality Club), Bilal Indrajaya, Enrico Octaviano (Lomba Sihir), dan satu mystery guest. Enam nama besar dengan latar yang berbeda bersatu di atas satu kanvas suara, menghadirkan format musik yang tak lagi terkotak oleh genre, identitas band, atau ego personal.
Entitas musik baru ini akan membawakan dua hingga tiga lagu dari karya mereka sendiri, dalam aransemen baru yang lahir dari dialog dan semangat menembus batas-batas sonik. “Buat saya, Lintas Resonan bukan cuma proyek musik. Ini seperti laboratorium energi, tempat kita semua bisa main dengan jujur, tanpa pretensi, tanpa tembok antar band. Di panggung ini, musik bisa jadi liar, tapi juga jujur,” ujar Iga Massardi.
Kehadiran Arswandaru sebagai visual artist menambah lapisan pengalaman baru dalam setiap pertunjukan. Ia menerjemahkan musik menjadi lanskap visual yang dinamis, berbeda di tiap kota, menciptakan pengalaman yang tidak bisa diulang dua kali.
Hadir di Empat Kota dengan Penampil Lokal dan Diskusi Penuh Inspirasi
Lintas Resonan tidak hanya menjadi panggung kolaborasi para musisi, tetapi juga ruang hidup bagi energi lokal yang terus tumbuh di berbagai kota. Melalui semangat meretas batas, program ini menolak sekat-sekat konvensional dan menghadirkan pengalaman lebih dalam berkesenian yang lebih cair, lebih terbuka, dan lebih dekat dengan akar komunitasnya. Di setiap kota, Lintas Resonan akan menghubungkan para local heroes dan kolektif musik independen dengan kesempatan baru. Menciptakan lintasan dialog yang segar antara pengalaman, inspirasi, dan keberanian bereksperimen.
Lebih dari sekadar pertunjukan, Lintas Resonan juga menjadi wadah pertukaran gagasan. Lewat live podcast, para narasumber lintasi disiplin seni kreatif berbagi pandangan mengenai isu-isu yang dekat dengan keseharian pelaku musik. Mulai dari manajemen band, sampai cara merespons tantangan industri hari ini. Di setiap kota, atmosfer ini diperkaya oleh kehadiran band-band lokal yang membuka panggung, memperlihatkan bahwa semangat eksplorasi juga menjadi bagian dari denyut musik lokal.
Perjalanan dimulai di Semarang (11 Desember 2025) dengan Pyong Pyong sebagai penampil lokal, dilanjutkan ke Bandung (8 Januari 2026) bersama Alkateri, salah satu grup alternatif paling mencuri perhatian belakangan ini, kemudian menuju Tangerang (15 Januari 2026) bersama unit penuh energi Tabraklari, dan berakhir di Jakarta (22 Januari 2026) bersama grup indie-pop The Cottons. Para penampil lokal bukan sekadar pembuka acara, tapi representasi dari semangat akar yang tumbuh kuat di luar pusat industri.
“Kadang orang pikir musik itu lahir di kota besar saja,” ujar Fathia Izzati, vokalis Reality Club. “Padahal justru dari kota-kota yang jauh dari pusat, kita bisa nemuin keberanian yang paling mentah, paling tulus. Lintas Resonan buat saya adalah ruang buat menyalakan api itu, dari Semarang, Bandung, Tangerang, sampai Jakarta.”
Bagi Iga Massardi, gitaris Barasuara, Lintas Resonan adalah bentuk kebebasan artistik yang sesungguhnya. “Kita semua punya gaya dan sejarah masing-masing. Tapi di sini, kita coba hancurkan batas itu, bikin sesuatu yang baru, yang nggak harus dikotak-kotakan. Kalau ada satu kata yang paling pas buat Lintas Resonan, menurut saya itu adalah kebebasan.”
“Musik selalu punya cara untuk menyatukan orang, melintasi batas yang kadang tak terlihat,” ujar Iksal Harizal dari kolektif People of the Right Project. “Melalui Lintas Resonan, kami ingin menjadi bagian dari gerakan yang membuka ruang bagi musisi, komunitas, dan penonton untuk bereksperimen, berkolaborasi, dan menyalakan kembali semangat eksplorasi. Ini bukan sekadar acara musik, ini adalah bentuk penghormatan pada perjalanan panjang kreativitas Indonesia.”
Lintas Resonan didukung penuh oleh Gudang Garam Signature, yang terus berperan aktif mendukung pergerakan industri kreatif lokal di berbagai lini. Kolaborasi dari berbagai ekosistem ini diharapkan memantik pergerakan seni kreatif yang berkelanjutan sejalan dengan semangat “Meretas Batas.”

